Pariuk Nangkub, Tahun 1948
Kemerdekaan Negara Indonesia tahun 1945 memang sangat terasa dampaknya. Warga sudah mulai bekerja keras tanpa rasa takut akan kolonial dan antek-antek penjajah. Hal itu pun dirasakan oleh warga di kampung Pariuk Nangkub. Mereka dengannya giatnya mulai bertani menanam padi, berkebun dan menjual hasilnya ke pasar tanpa rasa lelah. Pedesaan memang sangat cocok untuk pertanian, maka hasil yang di dapat juga sesuai dengan yang di harapkan. Tumpukan karung berisi padi hasil panen menumpuk menghiasi dapur setiap rumah warga.
“Alhamdulillah, panen tahun ini lumayan bagus”. Gumam pak Udin, sambil mengelap keringatnya karena lelah menumpuk puluhan karung berisi padi hasil panen di dapurnya.
ASSALAMU’ALAIKUM
Tiba-tiba terdengar suara orang mengucapkan salam dari luar rumah, Pak Udin pun bergegas ke luar rumah.
Wa’alaikum salam, eh.. Pak Sanuri, tumben sore-sore datang ke sini?, Silahkan duduk Pak!” Kata Pak Udin, mempersilahkan tamunya duduk di kursi rotan depan rumahnya.
Orang yang di panggil Pak Sanuri itu pun tersenyum, ia pun duduk di kursi itu. Ternyata Pak Sanuri tidak bertamu sendirian, ia membawa anaknya yang cikal yang sejak tadi berdiri mematung.
“Oh iya, ini siapa pak?” Tanya Pak Udin.
“Ini anak cikal saya, namanya Misri, ayo adek juga duduk sini”. Jawab Pak Sanuri, sambil menyuruh anaknya ikut duduk.
Misri yang sejak tadi berdiri, akhirnya duduk menuruti perintah ayahnya. Misri yang berumur 17 tahun ini terlihat kikuk karena baru sekali ini ia di ajak bertamu oleh bapaknya.
“Yati.. Yati.. Ambilkan air untuk tamu ayah”. Seru Pak Udin, memanggil anaknya yang ada di kamar depan.
“Iya Pak”. Jawab Yati, dari dalam kamar.
Tak lama kemudian, wanita cantik seumuran Misri yang tak lain adalah Yati, datang dengan membawa teko di tangan kanannya, dan gelas di tangan kirinya. Misri yang melihat ke arah Yati merasa takjub dengan kecantikannya.
“Silahkan diminum pak, maaf cuma ada air putih”. Ucap Yati sambil tersenyum.
“Aduh.. jadi ngerepotin.” Ucap Pak Sanuri.
“Tidak apa-apa Pak, silahkan diminum pak”. Timpal Pak Udin.
Sementara itu, Misri masih asyik memandangi Yati yang beranjak masuk ke dalam rumah.
“Hey.. Jangan melamun, gak ada gunanya, gak bisa lihat yang cantik dikit, matamu langsung seliweran”. Ucap Pak Sanuri, membuat Misri kaget bukan kepalang.
“Maaf Pak”. Ucap Misri singkat.
“Hehehe, anak saya cantik yah, dek?” Kata Pak Udin, menggoda Misri.
Misri hanya tertunduk malu. Yati memang cantik hingga Misri sangat terkagum-kagum walaupun baru pertama kali bertemu.
“Oh iya Pak, ada apa yah sore-sore datang kemari?”. Tanya Pak Udin, mengembalikan topik pembicaraan.
“Begini lho Pak Udin, ini kan lagi musim panen, kalau mau menggiling padi, ke pabrik baru saya saja, nanti kalau takut berat bawa padi nya, bisa Misri jemput pakai mobil”. Jawab Pak Sanuri.
“Oh bangunan yang baru selesai itu, mau di jadiin pabrik toh”. Tanya Pak Udin lagi, sambil menunjuk ke arah bangunan yang baru rampung.
“Iya Pak Udin”. Jawab Pak Sanuri singkat.
Setelah lama mengobrol kesana kemari, akhirnya Pak Sanuri pun pamit, karena hendak memberitahu warga lain soal penggilingan padi miliknya.
Bersambung...
0 komentar:
Post a Comment