Sunday, July 29, 2018

MYTH - Chapter IV (Mabuk Cinta)

Semilir angin berhembus menusuk sela-sela kemeja lusuh yang di pakai Misri. Kala itu Misri sedang bersandar di kursi reyot, depan pabrik penggilingan padi milik ayahnya. Tampaknya ia sedang melamun namun entah apa yang di ada di lamunannya itu. Tak jarang sesekali ia senyum-senyum sendiri seperti anak yang kebanyakan micin.

“Yati.. Yati.. kenapa kamu cantik sekali?, aku sampai tergila-gila seperti ini”. Gumam Misri.

Semenjak pertemuannya dengan Yati kala itu, ternyata membuat Misri terus-terusan melamun menahan hasrat ingin bertemu kembali dengan Yati. Pucuk di cinta ulam pun tiba, Yati sosok yang di bayangkan Misri, lewat di depan pabrik membuat Misri tersadar dari lamunannya. Tanpa pikir panjang ia pun menggoda Yati.

“Neng cantik habis dari mana sore-sore begini?”. Tanya Misri.

Yati pun berhenti sejenak, lalu menoleh ke arah Misri.

“Eh Kang Misri, ini Kang habis beli kopi di warung Ma Ikok”. Jawab Yati malu-malu.

“Sini atuh, ngobrol dulu sama akang, ada hal penting yang pengen akang omongin”. Ucap Misri lagi.

“Mau ngomongin apa kang?”. Tanya Yati, sambil menghampiri Misri.

“Begini Yati, semenjak ketemu sama Yati kemarin, akang teh kepikiran terus sama Yati”. Ucap Misri lagi.

“Ah si akang mah gombal ih..” Ucap Yati  sambil tersipu malu.

Yati yang tersipu malu semakin membuat aura kecantikannya bertambah di mata Misri.

“Akang mah benar-benar suka sama Yati, Yati udah punya pacar?, Mau nggak jadi pacar akang?”. Tanya Misri.

“Ah belum kang, jawabnya nanti aja yah.” Jawab Yati kikuk.

“Kapan?” Tanya Misri lagi.

“Malam ini, nanti akang tunggu Yati di sini yah, ini soalnya sekarang lagi buru-buru, takutnya bapak mau ngopi kagak ada kopinya”. Jawab Yati.

“Iya deh, yasudah kalau begitu akang anter yah”. Ucap Misri.

“Jangan kang, akang kan lagi jagain pabrik”. Ucap Yati, menolak tawaran Misri.

“Hehehe.. Iya sih”. Ucap Misri lagi.

Yati pun pergi dari pabrik, setelah berpamitan dengan Misri. Sementara Misri merasa gundah gulana, perasaan tidak sabar menyelimuti hatinya yang ingin cepat-cepat bertemu dengan Yati malam nanti.
Sesuai dengan yang dijanjikan, malam itu pun Misri dan dengan Yati yang di antar oleh Uum saudaranya. Ternyata keduanya memiliki perasaan yang sama dan akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih, dan sejak saat itu mereka sering bertemu malam hari di pabrik penggilingan padi milik ayahnya Misri. Waktu terus berlalu dan terjadilah sesuatu yang tak diharapkan.

Bersambung.....

MYTH - Chapter III (Pabrik Penggilingan Padi)















Pariuk Nangkub, Tahun 1948
Kemerdekaan Negara Indonesia tahun 1945 memang sangat terasa dampaknya. Warga sudah mulai bekerja keras tanpa rasa takut akan kolonial dan antek-antek penjajah. Hal itu pun dirasakan oleh warga di kampung Pariuk Nangkub. Mereka dengannya giatnya mulai bertani menanam padi, berkebun dan menjual hasilnya ke pasar tanpa rasa lelah. Pedesaan memang sangat cocok untuk pertanian, maka hasil yang di dapat juga sesuai dengan yang di harapkan. Tumpukan karung berisi padi hasil panen menumpuk menghiasi dapur setiap rumah warga.

“Alhamdulillah, panen tahun ini lumayan bagus”. Gumam pak Udin, sambil mengelap keringatnya karena lelah menumpuk puluhan karung berisi padi hasil panen di dapurnya.

ASSALAMU’ALAIKUM

Tiba-tiba terdengar suara orang mengucapkan salam dari luar rumah, Pak Udin pun bergegas ke luar rumah.

Wa’alaikum salam, eh.. Pak Sanuri, tumben sore-sore datang ke sini?, Silahkan duduk Pak!” Kata Pak Udin, mempersilahkan tamunya duduk di kursi rotan depan rumahnya.

Orang yang di panggil Pak Sanuri itu pun tersenyum, ia pun duduk di kursi itu. Ternyata Pak Sanuri tidak bertamu sendirian, ia membawa anaknya yang cikal yang sejak tadi berdiri mematung.

“Oh iya, ini siapa pak?” Tanya Pak Udin.

“Ini anak cikal saya, namanya Misri, ayo adek juga duduk sini”. Jawab Pak Sanuri, sambil menyuruh anaknya ikut duduk.

Misri yang sejak tadi berdiri, akhirnya duduk menuruti perintah ayahnya. Misri yang berumur 17 tahun ini terlihat kikuk karena baru sekali ini ia di ajak bertamu oleh bapaknya.

“Yati.. Yati.. Ambilkan air untuk tamu ayah”. Seru Pak Udin, memanggil anaknya yang ada di kamar depan.

“Iya Pak”. Jawab Yati, dari dalam kamar.

Tak lama kemudian, wanita cantik seumuran Misri yang tak lain adalah Yati, datang dengan membawa teko di tangan kanannya, dan gelas di tangan kirinya. Misri yang melihat ke arah Yati merasa takjub dengan kecantikannya.

“Silahkan diminum pak, maaf cuma ada air putih”. Ucap Yati sambil tersenyum.

“Aduh.. jadi ngerepotin.” Ucap Pak Sanuri.

“Tidak apa-apa Pak, silahkan diminum pak”. Timpal Pak Udin.

Sementara itu, Misri masih asyik memandangi Yati yang beranjak masuk ke dalam rumah.

“Hey.. Jangan melamun, gak ada gunanya, gak bisa lihat yang cantik dikit, matamu langsung seliweran”. Ucap Pak Sanuri, membuat Misri kaget bukan kepalang.

“Maaf Pak”. Ucap Misri singkat.

“Hehehe, anak saya cantik yah, dek?” Kata Pak Udin, menggoda Misri.

Misri hanya tertunduk malu. Yati memang cantik hingga Misri sangat terkagum-kagum walaupun baru pertama kali bertemu.

“Oh iya Pak, ada apa yah sore-sore datang kemari?”. Tanya Pak Udin, mengembalikan topik pembicaraan.

“Begini lho Pak Udin, ini kan lagi musim panen, kalau mau menggiling padi, ke pabrik baru saya saja, nanti kalau takut berat bawa padi nya, bisa Misri jemput pakai mobil”. Jawab Pak Sanuri.

“Oh bangunan yang baru selesai itu, mau di jadiin pabrik toh”. Tanya Pak Udin lagi, sambil menunjuk ke arah bangunan yang baru rampung.

“Iya Pak Udin”. Jawab Pak Sanuri singkat.

Setelah lama mengobrol kesana kemari, akhirnya Pak Sanuri pun pamit, karena hendak memberitahu warga lain soal penggilingan padi miliknya.

Bersambung...

MYTH - Chapter II ( Pos Ronda)

Kampung Pariuk Nangkub terbilang cukup luas. kampung yang di kelilingi hutan ini sering sekali menjadi incaran para maling dan begal, karena hutan yang mengelilinginya memudahkan para maling maupun begal untuk lolos dari kejaran warga. Hutan yang lebat dengan pohon yang menjulang tinggi membuat warga tidak berani melewatinya saat malam hari, inilah yang membuat maling dan begal merasa di untungkan. Niat dan hati yang busuk seorang maling, mampu membuatnya melewati hutan tersebut tanpa rasa takut.

Di pertigaan jalan kampung, berdiri sebuah Pos Ronda dengan tujuan untuk menjaga keamanan. Namun apa yang terlihat tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan, Pos Ronda hanyalah sebuah tempat yang di gunakan warga untuk bermain gaple sampai malam larut. Tidak ada seorang pun warga yang giliran ronda berkeliling untuk mengecek kondisi kampung. Dan terkadang Pos Ronda hanya di jadikan tempat tidur bagi para peronda. Pak Amin tidak bosan-bosannya mengingatkan setiap ada pertemuan agar warga semakin waspada, karena bukan sekali dua kali kampung ini di gondol maling, namun warga yang mengiyakan hanya mampu menjalankannya selama dua sampai tiga malam, dan setelahnya tetap kumat lagi.

Dari kejauhan sayup sayup terdengar suara teriakan seperti orang ketakutan yang tak lain adalah suara Adong dan Endang. Semakin lama teriakan itu semakin terdengar jelas sehingga para peronda yang tengah asyik bermain gaple pun menghentikan permainannya dan menoleh ke arah sumber suara.

“Tolong... Tolong.. Ada setan gundul” Teriak Adong dan Endang hampir bersamaan dan berulang-ulang.

Setelah cukup dekat barulah para peronda tahu bahwa yang berteriak barusan adalah Adong dan Endang. Kaos yang mereka kenakan basah kuyup karena keringat, suara nafas mereka pun terengah-engah naik turun. Pak Doel salah seorang peronda, segera memberikan air putih kepada mereka berdua. Tanpa  basa-basi mereka berdua langsung meneguknya. Setelah keadaan menjadi tenang, barulah pak Juli, Pak Doel, Pak Saep, dan Pak Nahuri menanyakan alasan kenapa mereka berdua lari ketakutan.

“Ada apa, Dang”. Tanya Pak Nahuri kepada anaknya,  yaitu Endang.

“Ada setan gundul pak,hah..hah...hah.. di pohon randu belakang pabrik”. Jawab Endang yang masih terengah-engah.

Rupanya air putih yang disuguhkan belum cukup membuat rasa ketakutannya hilang. Tentu saja jawab Endang membuat Bapak-bapak itu terperangah, dan terlihat sedikit ketakutan di wajah mereka.

“Tolongin Jejen pak, dia masih ada di belakang pabrik”. Adong pun ikut berbicara setelah nafasnya mulai kembali normal.

“Anak saya kenapa?”. Tanya Pak Saep, bapaknya Jejen.

“Maaf Pak, kami tadi ketakutan mendengar suara Si Gundul, makanya kami lari terbirit-birit meninggalkan Jejen di belakang”. Jawab Endang dengan nada memelas dan hampir menangis.

“Kalian kan tahu, anak saya itu kurang jelas penglihatannya, kenapa kalian tinggal”. Ucap Pak Saep lagi dengan nada tinggi.

“Sudah.. Sudah.. jangan emosi Pak Saep, lebih baik kita cari solusi dari permasalahan ini dan menjemput Jejen secepatnya”. Jawab Pak Doel melerai Pak Saep yang naik pitam.

Sebenarnya dia juga khawatir soal bagaimana keadaan anaknya yaitu Athox, karena dia tahu anaknya selalu pergi mengaji bersama mereka.
Bapak-bapak itu pun saling bertatap mata satu sama lain, menandakan bahwa mereka sedang diliputi rasa bingung.

“Aduh, bagaimana ini Pak Doel?, Si Gundul itu masih saja suka mengganggu anak-anak”. Tanya Pak Nahuri kepada Pak Doel.

Pak Doel hanya terdiam sambil menggigit kuku jempol kirinya, tidak tahu apa yang dia pikirkan namun hanya terlihat wajah yang sedang kebingungan.

“Saya Juga bingung, harus bagaimana biar arwahnya Si Gundul itu bisa tenang.” Pak Saep Menimpali, emosinya pun mulai mereda.

“Mungkin dia masih dendam sama kita, Pak Nahuri”. Jawab Pak Doel.

“Tunggu dulu, sebenarnya Si Gundul yang di obrolin barusan itu siapa?”. Tanya Pak Juli yang sejak tadi diam saja.

Pak Juli adalah warga yang baru pindah, sebelumnya ia tinggal di Kampung Lembur Dukuh. Namun setelah istrinya meninggal, ia menikah lagi dengan seorang janda di Kampung Pariuk Nangkub dan menetap disana. Kampung Lembur dukuh dan Pariuk Nangkub terbilang cukup dekat, hanya terpisah oleh pematang sawah dan masih satu kelurahan. Wajar kalau Pak Juli tidak tahu menahu soal keangkeran Pabrik Penggilingan Padi milik Pak Mamat itu. Pak Nahuri menarik nafas dalam-dalam, dan ia pun mulai menceritakan tentang siapa Si Gundul kepada Pak Juli.

“Begini Pak Juli, Si Gundul itu........ Diihhh..

Pak Nahuri menghentikan ceritanya sambil menghalangi matanya dengan siku, karena silau dari cahaya senter yang mengarah padanya.

“Ini senter siapa sih?, jangan diarahin ke saya, silau tahu”. Ujar Pak Nahuri dengan nada gusar.

Mereka yang ada di Pos Ronda mengalihkan pandangannya ke arah datangnya cahaya senter yang menyilaukan. Tampaklah bayangan dibalik cahaya senter, satu orang tua dan dua orang anak-anak yang tak lain adalah Pak Amin, Kukus, dan Athox.

“Wah.. Wah.. Wah.. Kirain saya kalian udah pada tidur, tadinya mau saya siram pakai air selokan. Hahahaha.” Ucap Pak Amin setelah dekat dengan Pos Ronda sambil tertawa.

“Sembarangan saja kalau bicara, lihat dong ini lagi melek, pakai acara ngarahin senter segala, silau tahu gak?” Jawab Pak Nahuri ketus.

Pak Nahuri memang tidak akrab dengan Pak Amin, itu bermula ketika terjadi pertikaian perebutan sumber air untuk mengairi sawah mereka. Di tambah lagi Pak Nahuri adalah kandidat kedua ketua pemuda yang di calonkan warga, namun warga lebih banyak memilih Pak Amin. Hal inilah yang membuat Pak Nahuri tidak bisa akrab dengan Pak Amin.

“Sudah, jangan diteruskan”. Ujar Pak Doel melerai Pak Nahuri dan Pak Amin yang mulai memanas. Pak Doel pun merasa tenang karena melihat Athox baik-baik saja.

“Iya, jangan berkelahi disini, lebih baik kita segera ke pabrik sana menjemput anak saya”. Jawab pak Saep sambil menunjuk ke arah pabrik.

“Hey..Hey.. Hey.. Si Gundul itu siapa? Saya tidak tahu menahu soal Si Gundul, jadi percuma juga kalau saya ikut.” Tanya Pak Juli lagi.

Mereka semua menatap ke arah Pak Juli, membuat Pak Juli jadi salah tingkah.

“Yah, Mau bagaimana lagi, karena kamu warga baru disini, kami akan menceritakan seluk beluk pabrik itu, dan tentang siapa sebenarnya Si Gundul itu”. Jawab pak Nahuri.

Bersambung..... 

MYTH - Chapter I ( Si Gundul)



Senja yang datang mengisyaratkan anak-anak untuk pulang setelah bermain bola di lapangan dekat pabrik gilingan padi. Athox yang masih asyik bermain terpaksa harus menghentikan permainannya karena waktu sebentar lagi menjelang maghrib. Suara anak-anak bershalawat di mesjid terdengar sampai ke penjuru kampung Pariuk Nangkub, membuat Athox harus segera bergegas pulang agar tidak terlambat ikut shalat maghrib berjamaah di mesjid yang lumayan jauh dari rumahnya.

Adzan berkumandang dari speaker masjid mengingatkan warga kampung Pariuk Nangkub agar segera melaksanakan ibadah shalat maghrib. Terdengar riuh anak-anak yang bercanda di depan teras masjid yang membuat Pak Amin geram. Tidak kurang dari sekali Pak Amin membentak anak-anak berhenti bercanda karena mengganggu bapak-bapak yang sedang berdzikir sambil menunggu imam datang.

Pak Amin adalah ketua pemuda di kampung Pariuk Nangkub yang disegani, hingga anak-anak pun takut jika Pak Amin membentak mereka. Mereka pun diam sambil menunggu imam datang, tak lama kemudian imam pun datang. Shalat berjamaah maghrib pun berjalan khusyuk karena anak-anak pun ikut shalat walaupun bacaannya belum fasih.

Semilir angin Menembus sela-sela sarung membuat Athox, Adong, Kukus, Jejen dan Endang merasakan kedinginan sambil terus berjalan menyusuri pematang sawah. Seperti biasa mereka berlima pergi belajar mengaji di rumah Hajjah Sapriah setelah shalat maghrib. Jalan yang agak becek karena sore tadi turun hujan tetap mereka lalui demi menuntut ilmu yang bermanfaat. Namun yang membuat mereka enggan untuk mengaji karena jalan yang dilalui harus melewati pabrik penggilingan padi yang terkesan angker.

Pabrik Penggilingan Padi milik Pak Mamat yang berada di pertengahan kampung itu telah berdiri sejak tahun 1948. Pabrik itu di kelola dan diwariskan turun temurun hingga saat ini. Saat malam suasana gelap menyelimuti pabrik itu karena tidak ada penerangan dan saat itu belum ada listrik yang di alirkan ke kampung Pariuk Nangkub. Banyak hal mistis yang sering di ceritakan turun temurun dari kakek-kakek buyut seperti beras yang di simpan di pabrik selalu berantakkan padahal sebelumnya sudah di susun rapi, kadang terdengar suara ibu-ibu dan bayi menangis dan masih banyak lagi cerita-cerita mistis yang sampai saat ini belum terungkap kebenarannya.

Pukul 21.00

Athox, Adong, Kukus, Jejen dan Endang bersiap pulang dari pengajian, di perjalanan mereka saling bercanda satu sama lain untuk menghilangkan rasa takut karena sebentar lagi mereka akan melintasi pabrik penggilingan padi yang angker itu. Hawa dingin semakin membuat rasa takut meluap-luap hingga mereka pun semakin mempercepat langkahnya. Tanpa disadari, Jejen yang tidak bisa melihat dengan jelas karena memiliki kelainan mata tertinggal di belakang.

 “Wooy... Tunggu aku dong “ Sahut Jejen dengan nada setengah teriak.

HUHAHAHAHAHA...... HUHAHAHAHAHA.....

Tiba-tiba terdengar suara makhluk yang tertawa di atas pohon Randu belakang pabrik sehingga membuat teriakan Jejen tidak di hiraukan Athox dan yang lainnya karena mereka langsung lari terbirit-birit. Sementara itu, Jejen yang sempat melihat ke arah pohon randu gemetar tidak karuan. Sosok yang terlihat menyeramkan dan berkepala Gundul membuat Jejen hampir kehabisan nafas dan sarungnya yang lusuh harus rela terkena banjir bandang yang tak terduga. Jejen pun pingsan di di dekat pohon randu belakang pabrik.

“Hah.. Hah.. Hah.. Aku lihat lho makhluk tadi yang di atas pohon randu” Kata Athox dengan nafas yang masih sesak setelah berlari lumayan jauh dari pabrik.

“Ah masa sih, hah..hah..hah.. yang aku dengar cuma suara tertawa yang menyeramkan” Kata Kukus dengan nafas terengah juga.

 “Iya, aku juga lihat makhluk itu, kepalanya gundul” Kata Adong menimpali.

“Terus bagaimana soal Jejen, apa kita susul saja?” Tanya Endang.

“Ogah, tadi aja lihatnya udah seram banget apalagi harus balik lagi kesana” jawab Athox dengan wajah setengah takut.

“Yaudah begini saja, Endang dan Adong pergi ke Pos Ronda, nanti saya dan Athox yang akan pergi ke rumah Pak Amin untuk memberitahu beliau, lagian anak-anak macam kita bisa apa tanpa bantuan bapak-bapak” Jawab Kukus.

Kukus memang yang paling tua di antara mereka berlima dan mereka pun menyetujui usulan kukus dan langsung bergerak sesuai yang di perintahkan.

Bersambung.....

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com