Kampung Pariuk Nangkub terbilang cukup luas. kampung yang di kelilingi hutan ini sering sekali menjadi incaran para maling dan begal, karena hutan yang mengelilinginya memudahkan para maling maupun begal untuk lolos dari kejaran warga. Hutan yang lebat dengan pohon yang menjulang tinggi membuat warga tidak berani melewatinya saat malam hari, inilah yang membuat maling dan begal merasa di untungkan. Niat dan hati yang busuk seorang maling, mampu membuatnya melewati hutan tersebut tanpa rasa takut.
Di pertigaan jalan kampung, berdiri sebuah Pos Ronda dengan tujuan untuk menjaga keamanan. Namun apa yang terlihat tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan, Pos Ronda hanyalah sebuah tempat yang di gunakan warga untuk bermain gaple sampai malam larut. Tidak ada seorang pun warga yang giliran ronda berkeliling untuk mengecek kondisi kampung. Dan terkadang Pos Ronda hanya di jadikan tempat tidur bagi para peronda. Pak Amin tidak bosan-bosannya mengingatkan setiap ada pertemuan agar warga semakin waspada, karena bukan sekali dua kali kampung ini di gondol maling, namun warga yang mengiyakan hanya mampu menjalankannya selama dua sampai tiga malam, dan setelahnya tetap kumat lagi.
Dari kejauhan sayup sayup terdengar suara teriakan seperti orang ketakutan yang tak lain adalah suara Adong dan Endang. Semakin lama teriakan itu semakin terdengar jelas sehingga para peronda yang tengah asyik bermain gaple pun menghentikan permainannya dan menoleh ke arah sumber suara.
“Tolong... Tolong.. Ada setan gundul” Teriak Adong dan Endang hampir bersamaan dan berulang-ulang.
Setelah cukup dekat barulah para peronda tahu bahwa yang berteriak barusan adalah Adong dan Endang. Kaos yang mereka kenakan basah kuyup karena keringat, suara nafas mereka pun terengah-engah naik turun. Pak Doel salah seorang peronda, segera memberikan air putih kepada mereka berdua. Tanpa basa-basi mereka berdua langsung meneguknya. Setelah keadaan menjadi tenang, barulah pak Juli, Pak Doel, Pak Saep, dan Pak Nahuri menanyakan alasan kenapa mereka berdua lari ketakutan.
“Ada apa, Dang”. Tanya Pak Nahuri kepada anaknya, yaitu Endang.
“Ada setan gundul pak,hah..hah...hah.. di pohon randu belakang pabrik”. Jawab Endang yang masih terengah-engah.
Rupanya air putih yang disuguhkan belum cukup membuat rasa ketakutannya hilang. Tentu saja jawab Endang membuat Bapak-bapak itu terperangah, dan terlihat sedikit ketakutan di wajah mereka.
“Tolongin Jejen pak, dia masih ada di belakang pabrik”. Adong pun ikut berbicara setelah nafasnya mulai kembali normal.
“Anak saya kenapa?”. Tanya Pak Saep, bapaknya Jejen.
“Maaf Pak, kami tadi ketakutan mendengar suara Si Gundul, makanya kami lari terbirit-birit meninggalkan Jejen di belakang”. Jawab Endang dengan nada memelas dan hampir menangis.
“Kalian kan tahu, anak saya itu kurang jelas penglihatannya, kenapa kalian tinggal”. Ucap Pak Saep lagi dengan nada tinggi.
“Sudah.. Sudah.. jangan emosi Pak Saep, lebih baik kita cari solusi dari permasalahan ini dan menjemput Jejen secepatnya”. Jawab Pak Doel melerai Pak Saep yang naik pitam.
Sebenarnya dia juga khawatir soal bagaimana keadaan anaknya yaitu Athox, karena dia tahu anaknya selalu pergi mengaji bersama mereka.
Bapak-bapak itu pun saling bertatap mata satu sama lain, menandakan bahwa mereka sedang diliputi rasa bingung.
“Aduh, bagaimana ini Pak Doel?, Si Gundul itu masih saja suka mengganggu anak-anak”. Tanya Pak Nahuri kepada Pak Doel.
Pak Doel hanya terdiam sambil menggigit kuku jempol kirinya, tidak tahu apa yang dia pikirkan namun hanya terlihat wajah yang sedang kebingungan.
“Saya Juga bingung, harus bagaimana biar arwahnya Si Gundul itu bisa tenang.” Pak Saep Menimpali, emosinya pun mulai mereda.
“Mungkin dia masih dendam sama kita, Pak Nahuri”. Jawab Pak Doel.
“Tunggu dulu, sebenarnya Si Gundul yang di obrolin barusan itu siapa?”. Tanya Pak Juli yang sejak tadi diam saja.
Pak Juli adalah warga yang baru pindah, sebelumnya ia tinggal di Kampung Lembur Dukuh. Namun setelah istrinya meninggal, ia menikah lagi dengan seorang janda di Kampung Pariuk Nangkub dan menetap disana. Kampung Lembur dukuh dan Pariuk Nangkub terbilang cukup dekat, hanya terpisah oleh pematang sawah dan masih satu kelurahan. Wajar kalau Pak Juli tidak tahu menahu soal keangkeran Pabrik Penggilingan Padi milik Pak Mamat itu. Pak Nahuri menarik nafas dalam-dalam, dan ia pun mulai menceritakan tentang siapa Si Gundul kepada Pak Juli.
“Begini Pak Juli, Si Gundul itu........ Diihhh..
Pak Nahuri menghentikan ceritanya sambil menghalangi matanya dengan siku, karena silau dari cahaya senter yang mengarah padanya.
“Ini senter siapa sih?, jangan diarahin ke saya, silau tahu”. Ujar Pak Nahuri dengan nada gusar.
Mereka yang ada di Pos Ronda mengalihkan pandangannya ke arah datangnya cahaya senter yang menyilaukan. Tampaklah bayangan dibalik cahaya senter, satu orang tua dan dua orang anak-anak yang tak lain adalah Pak Amin, Kukus, dan Athox.
“Wah.. Wah.. Wah.. Kirain saya kalian udah pada tidur, tadinya mau saya siram pakai air selokan. Hahahaha.” Ucap Pak Amin setelah dekat dengan Pos Ronda sambil tertawa.
“Sembarangan saja kalau bicara, lihat dong ini lagi melek, pakai acara ngarahin senter segala, silau tahu gak?” Jawab Pak Nahuri ketus.
Pak Nahuri memang tidak akrab dengan Pak Amin, itu bermula ketika terjadi pertikaian perebutan sumber air untuk mengairi sawah mereka. Di tambah lagi Pak Nahuri adalah kandidat kedua ketua pemuda yang di calonkan warga, namun warga lebih banyak memilih Pak Amin. Hal inilah yang membuat Pak Nahuri tidak bisa akrab dengan Pak Amin.
“Sudah, jangan diteruskan”. Ujar Pak Doel melerai Pak Nahuri dan Pak Amin yang mulai memanas. Pak Doel pun merasa tenang karena melihat Athox baik-baik saja.
“Iya, jangan berkelahi disini, lebih baik kita segera ke pabrik sana menjemput anak saya”. Jawab pak Saep sambil menunjuk ke arah pabrik.
“Hey..Hey.. Hey.. Si Gundul itu siapa? Saya tidak tahu menahu soal Si Gundul, jadi percuma juga kalau saya ikut.” Tanya Pak Juli lagi.
Mereka semua menatap ke arah Pak Juli, membuat Pak Juli jadi salah tingkah.
“Yah, Mau bagaimana lagi, karena kamu warga baru disini, kami akan menceritakan seluk beluk pabrik itu, dan tentang siapa sebenarnya Si Gundul itu”. Jawab pak Nahuri.
Bersambung.....